Sebelum Bangsa Indonesia
mengenal agama Islam, masyarakat
penduduk setempat kebanyakan menganut agama
Hindu dan budha selain ada juga yang menganut animisme dan dinamisme. Agama Hindu dan Buda memang sudah
sangat lama sekali menjadi penuntun hidup umat Bangsa Indonesia sehingga semua
perilaku dan tindakan Bangsa Indonesia sudah didominasi oleh aturan-aturan
kedua agama tersebut.
Akan tetapi setalah datangnya para wali yang dikenal dengan
wali songo dengan membawa agama yang
baru yaitu islam maka lama kelamaan peradaban Bangsa Indonesia mengalami perubahan meskipun hanya sedikit demi sedikit. Hal
ini deisebabkan kuatnya kepercayaan Bangsa Indonesia
terhadap agama Hindu dan Buda tersebut.
Meskipun demikian para wali (wali songo) memiliki cara yang sangat jeli dalam
menyebarkan agama barunya itu. Cara
yang ditempuhnya adalah dengan cara menyusupkan kebiasaan-kebiasaan masyarakat
yang sudah dilakukan bertahun-tahun tersebut (kebudayaan Hindu dan Buda) dengan
ajaran islam secara sedikit demi sedikit.
Salah satu media untuk menyebarkan agama islam adalah melalui kebiasaan mereka waktu itu. Hindu dan
Buda sangat erat kaitannya dengan sajen-sajen, ritual-ritual yang identik
dengan menyediakan makanan-makanan tertentu yang dipersembahkan
pada para dewa mereka. Nah, lewat makanan-makanan sesaji inilah para wali songo
mulai menyusupkan ajaran islam tersebut.
Sebagai contohnya pada bulan menjelang Ramadhan selalu
menyediakan pasung, gedang (pisang) dan apem. Bahklan tradisi seperti ini masih
selalu dilaksanakan hingga kini. Seharusnya tradisi semacam ini pada masa
sekarang seharusnya sudah tidak dilakukan lagi karena itu adat orang hindu dan
buda. Pasung, gedang (pisang) dan apem sebenarnya hanya sebagai sarana wali
songo dalam mengarahkan Bangsa Indonesia waktu dahulu untuk melaksanakan ibadah
puasa dalam agama islam.
Pasung, gedang (pisang) dan apem memiliki filosofi yang
mendalam dalam penyusupan agama
islam. Ketiga kata tersebut berasal dari Bahasa Arab. Pasung berasal dari kata
"fa shaumu" yang berarti berpuasalah, gedang dari kata "ghodan" yang berarti besuk dan apem
dari kata "‘afuwwun" yang berarti ampunilah (do’a dalam sholat tarawih, lengkapnya adalah
"Allahumma Innaka Afuwwun Karim Tukhibbul Affa Fa’fuanni"). Sehingga apabila
diterjemahkan secara lengkap adalah "Besuk sudah mulai Bulan Puasa maka
berpuasalah, sedangkan kalau malamnya lakukan sholat tarawih dengan membaca do’a
tersebut diatas").
Jadi makanan-makanan ritual yang dipersiapkan dalam
menjelang Bulan Ramadhan semacam itu seharusnya sudah tidak dipergunakan lagi
karena makanan itu hanya sebagai
media oleh wali songo dalam mengenalkan agama
islam bagi Bangsa Indonesia yang waktu
itu masih memeluk agama Hindu dan
Buda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar