Jumat, 09 September 2011

Filosofi Makanan Ritual dalam Penyebaran Agama Islam di Indonesia


Sebelum Bangsa Indonesia mengenal agama Islam, masyarakat penduduk setempat kebanyakan menganut agama Hindu dan budha selain ada juga yang menganut animisme dan dinamisme. Agama Hindu dan Buda memang sudah sangat lama sekali menjadi penuntun hidup umat Bangsa Indonesia sehingga semua perilaku dan tindakan Bangsa Indonesia sudah didominasi oleh aturan-aturan kedua agama tersebut.

Akan tetapi setalah datangnya para wali yang dikenal dengan wali songo dengan membawa agama yang baru yaitu islam maka lama kelamaan peradaban Bangsa Indonesia mengalami perubahan meskipun hanya sedikit demi sedikit. Hal ini deisebabkan kuatnya kepercayaan Bangsa Indonesia terhadap agama Hindu dan Buda tersebut. Meskipun demikian para wali (wali songo) memiliki cara yang sangat jeli dalam menyebarkan agama barunya itu. Cara yang ditempuhnya adalah dengan cara menyusupkan kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang sudah dilakukan bertahun-tahun tersebut (kebudayaan Hindu dan Buda) dengan ajaran islam secara sedikit demi sedikit.


Salah satu media untuk menyebarkan agama islam adalah melalui kebiasaan mereka waktu itu. Hindu dan Buda sangat erat kaitannya dengan sajen-sajen, ritual-ritual yang identik dengan menyediakan makanan-makanan tertentu yang dipersembahkan pada para dewa mereka. Nah, lewat makanan-makanan sesaji inilah para wali songo mulai menyusupkan ajaran islam tersebut.

Sebagai contohnya pada bulan menjelang Ramadhan selalu menyediakan pasung, gedang (pisang) dan apem. Bahklan tradisi seperti ini masih selalu dilaksanakan hingga kini. Seharusnya tradisi semacam ini pada masa sekarang seharusnya sudah tidak dilakukan lagi karena itu adat orang hindu dan buda. Pasung, gedang (pisang) dan apem sebenarnya hanya sebagai sarana wali songo dalam mengarahkan Bangsa Indonesia waktu dahulu untuk melaksanakan ibadah puasa dalam agama islam. 

Pasung, gedang (pisang) dan apem memiliki filosofi yang mendalam dalam penyusupan agama islam. Ketiga kata tersebut berasal dari Bahasa Arab. Pasung berasal dari kata "fa shaumu" yang berarti berpuasalah, gedang dari kata "ghodan" yang berarti besuk dan apem dari kata "‘afuwwun" yang berarti ampunilah (do’a dalam sholat tarawih, lengkapnya adalah "Allahumma Innaka Afuwwun Karim Tukhibbul Affa Fa’fuanni"). Sehingga apabila diterjemahkan secara lengkap adalah "Besuk sudah mulai Bulan Puasa maka berpuasalah, sedangkan kalau malamnya lakukan sholat tarawih dengan membaca do’a tersebut diatas").
 
Jadi makanan-makanan ritual yang dipersiapkan dalam menjelang Bulan Ramadhan semacam itu seharusnya sudah tidak dipergunakan lagi karena makanan itu hanya sebagai media oleh wali songo dalam mengenalkan agama islam bagi Bangsa Indonesia yang waktu itu masih memeluk agama Hindu dan Buda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar